bournesofdaytona.com – Indonesia menghadapi tantangan besar sebagai pemasok nikel terbesar di dunia, terutama terkait pemahaman perusahaan-perusahaan tambang tentang aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola atau ESG. Dari sekitar 4.500 pemegang izin usaha pertambangan (IUP), Sekretaris Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Siti Sumilah Rita Susilawati, mengungkapkan bahwa kurang dari 10% yang memahami prinsip-prinsip ini.
Siti menjelaskan, “Sebagai gambaran, dari 4.500 izin usaha pertambangan, yang memahami aspek ESG itu kurang dari 10%. Sisanya adalah izin untuk perusahaan kecil yang bahkan tidak paham sama sekali.” Hal ini menjadi tantangan karena penerapan ESG sangat penting untuk mengendalikan dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan pertambangan.
Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, menekankan perlunya regulasi yang jelas agar perusahaan tambang dapat diharuskan menjalankan konsep ESG. “Kami sedang memberikan masukan kepada pemerintah, berharap bisa segera diterapkan dalam bentuk hukum,” katanya.
Meidy menambahkan bahwa penerapan ESG harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia sambil tetap memenuhi standar internasional. Hal ini memerlukan sinergi antara pemerintah dan pelaku industri untuk menciptakan kerangka kerja yang mendukung keberlanjutan.
Sementara itu, Agus Sari, CEO Landscape Indonesia, mengungkapkan bahwa peran nikel semakin signifikan dalam perekonomian Indonesia. Kontribusinya terlihat dari peningkatan perkembangan ekonomi di daerah-daerah tambang dan juga dalam kinerja ekspor nasional. Penerapan ESG menjadi harapan untuk semakin meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.